Palembang, Cmnsumsel.com – Di tengah kawasan Lemabang, berdiri sebuah kompleks pemakaman bersejarah yang bermakna spiritual dan budaya, yaitu Makam Kawah Tekurep. Tempat ini bukan sekadar tanah peristirahatan, melainkan simbol kejayaan dan penyebaran Islam pada masa Kesultanan Palembang Darussalam. Namun, derasnya arus modernisasi Kota Palembang, bagaimana perkembangan arsitektur Islam di Makam Kawah Tekurep?
Dikutip dari buku Seni, Budaya, dan Pariwisata Kota Palembang, Nama “Kawah” sendiri bermakna “kubah atau wajan” berwana hijau. Sedangkan, nama “Tekurep” bermakna “terbalik” merujuk pada bentuk atap makam yang terbalik. Dapat disimpulkan bahwa Makam Kawah Tekurep ialah bentuk atap Makam yang menyerupai kubah terbalik, menjadi simbol kerendahan diri di hadapan Sang Pencipta.
Kompleks Pemakaman Kawah Tekurep merupakan tempat pemakaman keluarga Sultan yang pernah berada di pemerintahan Kesultanan Palembang Darussalam pada tahun 1728. Di sinilah, bersemayam Sultan Mahmud Badaruddin Joyo Wikromo atau yang dikenal sebagai Sultan Mahmud Badaruddin I. Kompleks pemakaman ini terletak di 3 Ilir, Ilir Timur II, Kota Palembang.
Di dalam kompleks ini, selain Sultan Mahmud Badaruddin I, juga dimakamkan beberapa tokoh penting pada masa itu, antara lain Imam Sayid Idrus Al-Idrus (guru besar Sultan), serta para permaisuri beliau Ratu Sepuh dari Demak, Ratu Gading dari Malaysia, Ratu Mas Ayu dari Cina, dan Nyai Mas Kaimah dari Palembang.
Kepemimpinan yang berpengaruh Dalam penyebaran agama Islam
Sebagaimana telah dituliskan dalam majalah Arkeologi dengan judulnya Kalpataru, bermukimnya masyarakat asing di Palembang telah membawa pengaruh yang nyata dalam kehidupan masyarakat Palembang secara keseluruhan. Mereka membangun berbagai sarana dan prasarana kehidupan seperti rumah tempat tinggal, dan bangunan-bangunan peribadatan yang kini menjadi tinggalan arekologis. Banyak sekali andil mereka di masa lalu dalam turut serta membangun wilayah Palembang.
Berdasarkan informasi dari Ichsan, sang juru kunci Makam Kawah Tekurep, Semasa hidupnya Sultan Mahmud Badaruddin I dikenal sebagai Waliyullah, seorang ulama sekaligus pemimpin yang gigih menyebarkan ajaran Islam hingga ke Cina (Tiongkok), Malaysia (Kelantan), dan Jawa (Demak), Selasa (28/10/2025).
Sultan Mahmud Badaruddin I naik takhta pada tahun 1724, di usia dua tahun. Ia menggantikan kakeknya, Sultan Agung Komaruddin Sri Teruno dan menjadi penerus sah Kesultanan Palembang Darussalam. Meski naik takhta di usia muda, sejarah mencatat masa kepemimpinannya sebagai salah satu periode paling berpengaruh dalam penyebaran agama Islam di kawasan Nusantara.
Simbol Ketundukan dan Keagungan Sang Pencipta Bangunan Kawah Tekurep memiliki filosofi mendalam yang tersirat dalam Al-Qur’an. Enam makam utama di dalamnya melambangkan rukun iman, sedangkan dua pintu di sisi bangunan melambangkan dua kalimat syahadat. Penataan makam di Kawah Tekurep pun tidak sembarangan. Makam para wali dan ulama ditempatkan pada dataran tertinggi sebagai simbol ketinggian ilmu, sementara makam keluarga dan kerabat di dataran lebih rendah.
Bagian dari Delapan Cagar Budaya
Adapun dilansir dari Journal Of Plano Studies Volume 1 No. 2 Desember 2024, Kawasan ini sebagaimana tercantum dalam Rencana Strategi Disbud Kota Palembang Tahun 2018–2023, merupakan bagian dari delapan cagar budaya yang langsung dikelola oleh Dinas Kebudayaan Kota Palembang.
Menurut Undang Undang Nomor 11 Tahun 2010, cagar budaya adalah peninggalan bernilai sejarah, pendidikan, pengetahuan, agama, atau material yang harus dilestarikan untuk diwariskan kepada generasi mendatang. UNESCO (2009) menegaskan bahwa pariwisata pusaka melibatkan eksplorasi peninggalan sejarah, seni, dan nilai nilai budaya yang dapat memberikan pengalaman edukatif sekaligus spiritual.
Warisan yang Nyaris Terlupakan
Mirisnya, meski memiliki nilai sejarah budaya dan spiritual yang tinggi, perhatian terhadap Kawah Tekurep masih tergolong minim. Ichsan yang telah bertahun-tahun menjadi penjaga makam, menyampaikan keprihatinannya terhadap kondisi perawatan situs bersejarah. Harapannya kepada pemerintah dan masyarakat Palembang agar lebih peduli terhadap makam para wali Allah ini. Kawah Tekurep bukan sekadar makam, tetapi cikal bakal sejarah Kesultanan Palembang Darussalam. Ia menambahkan, potensi Kawah Tekurep sejatinya sangat besar untuk dijadikan destinasi wisata religi dan edukasi sejarah, bahkan bisa dikenal hingga mancanegara. Namun, hal itu hanya dapat terwujud bila ada kolaborasi nyata antara pemerintah, akademisi, dan masyarakat.
Seperti fakta yang dituliskan dalam Jurnal Pendidikan Sosial tempat bersejarah memiliki potensi wisata religi yang bernilai tinggi. Tentu saja peran pemerintah dalam memberikan perlakuan kebijakan juga penting. Ini tidak lepas dari bagaimana konstruksi makna yang dibangun dan terbangun pada pemerintah sendiri, dalam hal ini Pemerintah Kota Palembang. Kebijakan yang dibuat akan ditentukan oleh konstruksi makna yang terbangun oleh organisasi pemerintah.
Menyambung Napas Sejarah
Mengunjungi Kawah Tekurep bukan hanya perjalanan ziarah, tetapi juga perjalanan menyelami akar peradaban Palembang. Di setiap batu nisan, tersimpan kisah tentang keteguhan iman, kebijaksanaan kepemimpinan, dan cinta mendalam terhadap agama dan bangsa. Kawah Tekurep berdiri sebagai saksi bisu betapa kuatnya pengaruh Kesultanan Palembang Darussalam dalam membangun peradaban Islam di Nusantara. Kini, di tengah arus modernisasi, tempat ini memanggil generasi muda untuk kembali merasakan masa lalu bukan untuk sekadar bernostalgia, melainkan untuk menumbuhkan rasa memiliki terhadap warisan leluhur. Pesan penutup dari Ichsan, “Jika bukan kita yang menjaganya, siapa lagi yang akan merawat warisan yang seharusnya tersebar sampai mancanegara.”
Penulis : Manda Dwi Lestari






